Kamis, 08 November 2018

Manusia 3 Topeng



Menginjak dunia pekerjaan bagi kaum milenial adalah sebuah fase kehidupan dimana kita ditutut untuk me-remake topeng kita. Sebagian orang mungkin menolak pengertian hidup dalam topeng dengan berbagai alasan, misalnya karena ingin hidup sesuai jati diri atau bahkan ingin diterima dengan tulus oleh orang lain. Saya tidak menyalahkan pemikiran ini.

Perlu diketahui, hidup dalam topeng sebenarnya sudah dilakukan sebelum memasuki dunia pekerjaan. Hanya saja topeng yang digunakan tidak terlalu signifikan dengan asli karakter kita dan jumlahnya mungkin hanya 2 topeng saja.

Topeng pertama, Professional Life. Topeng yang kita bahwa dalam pekerjaan kita, karakter yang melekat adalah karakter yang dibutuhkan oleh pekerjaan, atasan dan klien kita. Contohnya topeng serius bagi Hakim, auditor dan pengacara. Atau topeng ramah bagi pramugari, front line bank dan pegawai hotel. Topeng-topeng inilah yang melekat pada setiap pekerjaan. Mau menyangkal silahkan. Hahaha. Topeng inilah yang bagi sebagaian besar orang sangat sulit.


Topeng kedua, Social Life. Topeng yang kita disediakan untuk menjadi manusia ideal di depan khayalak umum atau pergaulan kita. Topeng ini terkait dengan mau dilihat bagaimana kehidupan social kita. Apakah mau dilihat sebagai orang penyabar, penyayang, pemberi ataukah tegas dan tidak neko-neko. Kenapa social life dijadikan topeng? Bukannya ada pramugari yang ramah itu selaras dengan kehidupan sosialnya yang ingin dilihat ramah? Ya itu benar ada tetapi tidak semua topeng pekerjaan (professional life) itu selaras dengan topeng sosialnya. Ada pelawak yang topeng pekerjaannya penuh hal-hal lucu tetapi di kehidupan sosialnya ternyata begitu tegas. Pun ada Hakim yang diluar pekerjaannya ternyata seorang pelucu dan ramah.

Topeng ketiga, Personal Life. Topeng inilah yang bisa dikatakan mendekati pribadi kita sebenarnya. “Wahyu, ini bukan topeng, tetapi inilah wajah asli kita”, celoteh sebagian orang. Memang tidak sedikit orang yang mengeluarkan karakter aslinya pada kehidupan personalnya. Tidak memakai topeng bisa disebutnya. Tetapi, ingat pun tidak semua orang dekat atau keluarga kita bisa tahan dengan semua sifat asli kita. Maka dari itu dalam kehidupan personal seyogyanya kita masih menggunakan topeng tipis, topeng yang mungkin tidak jauh berbeda dari karakter asli kita. Namun, topeng tersebut dapat menyenangkan orang-orang tersayang kita. Aslinya kita itu pemarah, kalau dikeluarkan amarah tiap saat tentu orang yang dekat dengan kita terbeban.

Hidup dalam topeng bukanlah sebuah kejahatan, tetapi sebuah bentuk untuk menjadi pribadi ideal pada setiap lingkup. Susah memang, tetapi saya yakin sebagian besar dari kita sudah terbiasa melakukannya.



Sumber gambar: http://yokimirantiyo.blogspot.com/2013/01/ragam-topeng-nusantara.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar