Menginjak
dunia pekerjaan bagi kaum milenial adalah sebuah fase kehidupan dimana kita
ditutut untuk me-remake topeng kita.
Sebagian orang mungkin menolak pengertian hidup dalam topeng dengan berbagai
alasan, misalnya karena ingin hidup sesuai jati diri atau bahkan ingin diterima
dengan tulus oleh orang lain. Saya tidak menyalahkan pemikiran ini.
Perlu
diketahui, hidup dalam topeng sebenarnya sudah dilakukan sebelum memasuki dunia
pekerjaan. Hanya saja topeng yang digunakan tidak terlalu signifikan dengan asli
karakter kita dan jumlahnya mungkin hanya 2 topeng saja.
Topeng
pertama, Professional Life. Topeng yang kita bahwa dalam pekerjaan kita,
karakter yang melekat adalah karakter yang dibutuhkan oleh pekerjaan, atasan dan
klien kita. Contohnya topeng serius bagi Hakim, auditor dan pengacara. Atau
topeng ramah bagi pramugari, front line bank dan pegawai hotel. Topeng-topeng inilah
yang melekat pada setiap pekerjaan. Mau menyangkal silahkan. Hahaha. Topeng
inilah yang bagi sebagaian besar orang sangat sulit.
Topeng
kedua, Social Life. Topeng yang kita disediakan untuk menjadi manusia
ideal di depan khayalak umum atau pergaulan kita. Topeng ini terkait dengan mau
dilihat bagaimana kehidupan social kita. Apakah mau dilihat sebagai orang
penyabar, penyayang, pemberi ataukah tegas dan tidak neko-neko. Kenapa social life dijadikan topeng? Bukannya ada
pramugari yang ramah itu selaras dengan kehidupan sosialnya yang ingin dilihat
ramah? Ya itu benar ada tetapi tidak semua topeng pekerjaan (professional life) itu selaras dengan
topeng sosialnya. Ada pelawak yang topeng pekerjaannya penuh hal-hal lucu
tetapi di kehidupan sosialnya ternyata begitu tegas. Pun ada Hakim yang diluar
pekerjaannya ternyata seorang pelucu dan ramah.
Topeng
ketiga, Personal Life. Topeng inilah yang bisa dikatakan mendekati
pribadi kita sebenarnya. “Wahyu, ini bukan topeng, tetapi inilah wajah asli
kita”, celoteh sebagian orang. Memang tidak sedikit orang yang mengeluarkan
karakter aslinya pada kehidupan personalnya. Tidak memakai topeng bisa disebutnya.
Tetapi, ingat pun tidak semua orang dekat atau keluarga kita bisa tahan dengan
semua sifat asli kita. Maka dari itu dalam kehidupan personal seyogyanya kita
masih menggunakan topeng tipis, topeng yang mungkin tidak jauh berbeda dari
karakter asli kita. Namun, topeng tersebut dapat menyenangkan orang-orang
tersayang kita. Aslinya kita itu pemarah, kalau dikeluarkan amarah tiap saat
tentu orang yang dekat dengan kita terbeban.
Hidup dalam topeng bukanlah sebuah kejahatan,
tetapi sebuah bentuk untuk menjadi pribadi ideal pada setiap lingkup. Susah
memang, tetapi saya yakin sebagian besar dari kita sudah terbiasa melakukannya.
Sumber gambar: http://yokimirantiyo.blogspot.com/2013/01/ragam-topeng-nusantara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar