“Eh, kok tumben sih judul tulisan sesuai dengan judul kelas?”
Mohon maaf
nih, tapi sesi ini memang banyak teorinya alias memasuki kelas berat.
Tapi
sebelum serius kuadrat, ada kalimat dari para Ulama yaitu “Sejatinya Istiqomah bisa lebih hebat dari 1000 Karomah”. Isiqomah
sesuai FITRAH yang telah diberikan akan cukup untuk membuat hidup berjalan
sampai finish line, dibandingkn orang
yang punya banyak kelebihan (Karomah) namun tidak istiqomah. Eaaaaa. Semoga kami
para peserta berusaha istiqomah sampai pertemuan ke tujuh nanti, semoga tidak
ada halangan syar’i yang membuat
langkah kaki kami terhenti. Amiiiiin.
Kelas
dimulai dengan membuka pandangan kami tentang REMAJA. Jebeeeeeeer. Begitu
diminta untuk menyampaikan pandangan kami tentang remaja, maka yang muncul
adalah preferensi negative. Mulai
dari darah panas, emosian, narkoba, sex bebas dan sebagainya. Inilah FENOMENA REMAJA.
Stereotipe yang muncul ini diteliti oleh para ahli dan muncul beberapa remaja meurut para ahli, diantaranya:
“Kondisi budayalah yang membuat itu terjadi”-Margatet Mead
“Remaja lahir karena Pendiikan yang cengeng”-Prof Sarlito
“Remaja itu baru muncul di akhir abad 19, di
masa itu Revolusi Industri terjadi”- Ust Adriano Rusfi, Pskolog. Ini disaat para
Ayah menjadi pekerja pabrik dimasa industry.
Ada juga Remaja dalam Diskusi Ilmiah:
1.Remaja (Adolensence),
baru sekedar Teori
Dulu,
teorinya remaja itu dari 12 sd 21 tahun. Sekarang berubah dari 9 sd 24 tahun,
bahkan sampai 27 tahun. Teori ini masih sekedar teori, belum menjadi hokum,
artinya definisi baku dari remaja terkait kisaran usia belumlah ada. Dalam
sains, prosesnya Teori menjadi Teorema menjadi Aksioma baru menjadi Hukum.
Artinya pengetian umur ini masih jauh untuk menjadi sebuah hukum baku.
2.Remaja itu bukan ADA tapi TERJADI
Bila
merujuk pada semua teori perkembangan usia manusia dalam psikologi (Kognitif, Psychisexual, Moral), fase
remaja itu tidak ada. Is not Being but Becoming!
3.Label Remaja mendapatkan Pembenaran (bukan
kebenaran)
Fenomena
Remaja terjadi secara massif dan global, kecuali di masyarakat terasing dan
terkebelakang. Contoh sederhana, di pedalaman Baduy mereka hanya melewati fase
anak-anak (masih bergantung pada orang tua) dan langsung menjadi pemuda /dewasa
(mandiri secara kehidupan, mampu bekerja dan mempertahankan kehidupannya). Sayangnya
label remaja masih mendapatkan pembenaran secara ilmiah, sosial bahkan keagamaan. Seakan membuat kebenaran baru.
4.Tidak ada Pendidikan khusus usia Remaja
Sebanyak
62% pelajaran SMA adalah mengulang pelajaran SMP. Kepribadan remaja itu rapuh,
mudah dipengaruhi. Remaja punya banyak tenaga dan masalah, tapi tak punya
penyaluran dan solusi, larinya ke tawuran, narkoba, seks bebas (LGBT).
5.Remaja dipaksakan agar menjadi Hot Market
Fenomena
Remaja itu tidak universal (base in Psikologi Lintas-Budaya). Hanya ada di
Negara / budaya tertentu, tapi “dipaksakan” berlaku di semua Negara
/ budaya. Secara bisnis, fenomena remaja itu menguntungkan (hot market). Remaja
menjadi segmen pasar sendiri dalam berbagai jenis industry.
Kemudian bagaimana
teori Pendidikan Selaras Fitrah
menghantarkan anak menjadi Remaja? Tentu tidak ada.
Pendidikan
Selaras Firah adalah bentuk ikhtiar bersama untuk menghantarkan anak menjadi Pemuda (bukan remaja).
Dalam Fiqih
Islam, usia 15 tahun-lah batas akhir
disebut anak-anak, setelah itu disebut Pemuda
Aqil-Baligh (ia sama Mukallaf/orang yang menanggung beban seperti orang
tuannya). Iya mulai berkiprah, punya Peran di Peradabannya. Ia mulai punya “Buku
Amal”nya sendiri. Ia punya “Rekening” Rezekinya sendiri. Hidup
di rumah orangtua, statusnya menumpang. Orang tua tidak wajib menafkafi (untuk
laki2), jika orang tua memberi maka statusnya sama dengan memberi (sedeqah) pada faqir miskin.
Berikut
simulasi prkembangan anak sesuai Fitrah Perkembangan:
Beberapa
point yang perlu digaris bawahi adalah Pendidikan seyogya-nya untuk mempersiapkan
diri anak untuk menerima beban, BUKAN memberikan beban. Anak <7 tahun
sebaiknya diajarkan aqidah sekalipun absrak, percayalah jika sudah besar justru
akan sulit diajarkan abstrak. Contoh sederhana adalah bagaimana memberikan
gambaran yang baik tentang surga, semisal adanya sungai susu yang mengalir di
dalamnya, anak yang masih kecil tentu akan bersemangat mendengar hal itu, namun
belum tentu reson baik muncul jika anak sudah lebih dewasa. Mungkin akan
berontak mengatakan “mana ada sungai
dialiri susu?”.
Untuk
memaksimalkan Pertumbuhan anak yang selaras FITRAH agar anak tumbuh menjadi
aqil baligh, tentu kita harus tahu dulu dimana peran Ayah dan Ibu. Berikut tabel
pemaparan yng disampaikan kang Ulum berdasarkan FITRAH BASED EDUCATION:
Jenias Fitrah |
Peran Ayah |
Peran Ibu |
Fitrah Keimanan |
Ayah Pendidik Aqidah
dan Keimanan. Ayah menggali Misi Keluarga, menempuhnya, menunjukannya, menarasikannya/ |
Ibu pendidik Akhlaq.
Ibu mendukun Misi Keluarga dengan cinta. Ibu menjabarkan Misi Keluarga
menjadi aktivitas harian. |
Fitrah Belajar |
Aah penanggung jawab
pendidikan keluarga. Ayah pendidik system berpikir. |
Ibu adalah tempat
belajar madrasah). Ibu pelaksana teknis pendidikan keluarga. |
Fitrah Bakatnya |
Ayah pendidik
keandirian, pembangunan jiwa Entrepreneurship juga profesionalitas. |
Ibu penumbuh semsta
Dzikir. Ibu mengingat benih bakal anak untuk peran peradaban anak kelak. |
Fitrah Seksulitasnya |
Ayah menguatkan
fitrah lelaki kepada anak lelakinya. Ialah cinta pertama anak perempuannya,
idola pertama anak lelakinya. |
Ibu menguatkan firah
perempuan pada anak perempuannya, iaalah cinta pertama dan milik berharga
anak laki-lakinya. |
Fitrah Estetika dan
Bahasa |
Ayah Sang Narator
Peradaban |
|
Fitrah
Individualitas da Sosialitas |
Ayah pendidik ego
dan individualitas |
Ibu penguat ego
berbasis pengorbanan |
Fitrah Jasmani |
Ayah Sang Raja Tega.
Pendidik dari alam dan di alam. |
Ibu pembasuh luka,
penjaga nutrisi dan makanan. |
Bah, makin
banyak teorinya kan.
Bersambung dulu ya….
Wahyu dan
Shahnaz
sumber gambar: https://www.istockphoto.com/id/vektor/kartun-remaja-siswa-dengan-buku-dan-ransel-gm1084208618-290899215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar