Kamis, 31 Maret 2011

makalah landasan pendidikan ditinjau dari aspek sosial

Makalah
Landasan Pendidikan Ditinjau dari Aspek Sosial


Wahyu E.N Repi

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu pembicaraan tentang pendidikan tidak pernah lepas dari unsure manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan itu diberikan atau diselenggarakan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi manusia ke arah yang positif.
Pendidikan, pada dasarnya adalah proses kumunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan, di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long process), dan generasi ke generasi.
Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus usaha sadar, didalamnya tidak lepas dari keterbatsan-keterbatasan yang dapat melekat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidik, serta pada lingkungan dan sarana pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas, penyusun membatasi ruang lingkup pembahasan pada pendidik/guru. Guru merupakan pelaku utama dalam pendidikan, selain peserta didik. Pendidik (Guru) yang baik adalah yang memiliki kemampuan atau kompotensi yang bisa diberikan kepada anak didik. Pendidik merupakan sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik. Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses pendidikan dan pembelajarana di kelas, paling menentukan dalam pengaturan kelas dan pengendalian siswa, pun pula dalam penilaian hasil pendidikan dan pembelajaran yang dicapai siswa.
Seseorang yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai kriteria yang diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik kalau yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti dengan criteria yang ditetapkan. Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi Siswoyo (1995) syarat seorang pendidik adalah : (1) mempunya perasaan terpanggil sebagai tugas suci, (2) mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya. Ketiga persyaratan tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Orang terasa terpanggil untuk mendidik maka ia mencintai peserta didiknya dan memiliki perasaan wajib dalam melaksanakan tugasnya disertai dengan dedikasi yang tinggi atau bertanggungjawab. Menurut mereka juga bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah :
a Kompetensi profesional
b Kompetensi personal
c Kompetensi sosial
Namun untuk konteks Indonesia, dewasa ini telah dirumuskan syarat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Guru yang baik adalah guru yang bisa menguasai ke empat kompetensi diatas. Dewasa ini banyak kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam upaya mencari sosok guru yang baik dan memiliki kemampuan yang berkompoten. Akan tetapi, pembahasan kali ini hanya membahas tentang “ usaha memperbaiki kualitas guru dengan mengoptimalkan kompotensi pedagogic dan kompetensi kepribadian “.



B. RUMUSAN MASALAH
1) Mengemukakan tentang arti pendidikan dan mendidik menurut para ahli.
2) Memaparkan tujuan pendidikan.
3) Memeparkan arti Landasan Pendidikan
4)Landasan Pendidikan dari segi Sosial.

B. Pembahasan
1.Arti Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala universal, merupakan suatu keharusan bagi manusia , karena selain pendidikan sebagai gejala, juga sebagai upaya memanusiakan manusia. Berikut ini akan dikemukakam beberapa pengertian pendidikan menurut para ahli :
Menurut Rusli Lutan (1994) mengemukakan bahwa “pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari rasa ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekurangan”.
Djuju Sudjana (1996:31) tentang modal itu dalam dirinya sendiri yang tersirat dalam “human capital theory”, bahwa manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai subyek baik dalam upaya meningkatkan tarap hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut teori-teori ini konsep pendidikan harus dirasakan atas anggapan bahwa modal yang dimiliki manusia itu sendiri meliputi : sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi. Dengan perkataan, “modal utama bagi kemajuan manusia tidak berada di luar dirinya melainkan ada dalam dirinya, dan modal itu sendiri adalah pendidikan.
Menurut George F. Knelled Ledi dalam bukunya yang berjudul Of Education (1967:63), pendidikan dapat dipandang dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan arti proses. Dalam artinya yang luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (physical Ability) individu, pendidikan dalam arti ini berlangsung terus menerus (seumur hidup) kita sesungguhnya dan pengalaman seluruh kehidupan kita (George F. Knelled, 1967:63) dan pendidikan, Demands A. kualitative concept of experience (Frederick Mayyer, 1963:3-5).
Selanjutnya menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk emmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Jadi dapat disimpulkan, pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai makhluk Tuhan. Dalam pendidikan, secara implicit terjalin hubungan antara dua pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi sama dalam hal dayanya yaitu salling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pendidikan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.


2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bab II pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Adalah suatu yang logis bahwa pendidikan itu harus dimulai dengan tujuan, yang diasumsikan sebagai nilai. Tanpa dasar tujuan, maka dalam praktek pendidikan tidak ada artinya (Moore, T.W, 1974:86).
Ada bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli. MJ. Langeveld mengemukakan ada enam macam tujuan pendidikan, yaitu (1) tujuan umum, total atau akhir, (2) tujuan khusus, (3) tujuan tak lengkap, (4) tujuan sementara, (5) tujuan intermedier dan (6) tujuan insindental.
Tujuan pendidikan di Indonesia bisa dibaca pada GBHN, pelbagai peraturan pemerintah dan undang-undang pendidikan. Pertama-tama mari kita lihat GBHN tahun 1993. Dalam GBHN itu dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sector pendidikan ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, keratif, terampil, beridsiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat jasmani-rohani. Indicator-indikator tujuan pendidikan di atas dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu :
1. Hubungan dengan Tuhan, ialah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pembentukkan pribadi, mencakup berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, dan kreatif.
3. Bidang usaha, mencakup terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif.
4. Kesehatan, yang mencakup kesehatan jasmani dan rohani.
Kini mari kita kaitkan pandangan para ahli di atas dengan tujuan pendidikan kita. Tujuan pendidikan di Indonesia seperti telah dibahas sebelunya, ialah untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi individu secara harmonis, berimbang dan terintegrasi. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, sudah tentu harapan-harapan para ahli yang dilukiskan di atas bisa tercapai. Sebab tujuan pendidikan ini pun mengembangkan potensi-potensi individu seperti apa adanya.kalaupun ada kebijakan tertentu yang agak berbeda arah dengan tujuan ini dengan maksud-maksud tertentu, diharapkan kebijakan itu tidak terlalu lama dipertahankan. Dengan demikian secara konsep atau dokumen tujuan pendidikan Indonesia tidak berbeda secara berarti dengan tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh para ahli pendidikan di dunia.
3. Pengertian Landasan Pendidikan
Secara leksikal,landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik denganasu msi, adapun asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan).

Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami
pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsiyang menjadi dasar pijakan atau titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studipendidikan.
Jenis-jenis Landasan Pendidikan
Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya kita dapat
mengidentifikasi jenis landasan pendidikan menjadi:
Landasan religius pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek
pendidikan dan atau studi pendidikan.
Landasan filosofis pendidikan, yaitu asumsi- asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalamrangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan. Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, dsb.

Landasan ilmiah pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan atau
landasan faktual pendidikan.
Landasan yuridis atau hukum pendidikan, yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

4) Landasan Pendidikan dari Segi Sosial
Pola Kegiatan Sosial Pendidikan
Ada tiga pola kegiatan social dalam pendidikan , yaitu
(a) Pola Nomothetis (The nomothetic style);
(b) pola idiografis (the idiografic style), dan
(c) pola transaksional (the transactional style).

1. Pola Nomothetis
Pola nomothetis lebih menekankan pada dimensi tingkah laku yang bersifat normatif atau nomothetis, dengan demikian pendidikan lebih mengutamakan pada tuntutan-tuntutan instiitusi
(pranata), peranan yang seharusnya (ascribed role) dan harapan-harapan atau cita-cita social, dari pada tuntutan-tuntutan yang bersifat perorangan, kepribadian dan kebutuhan individu. Dalam hal ini pendidikan dibataskan sebagai urusan mewariskan milik social kepada generasi muda, pendidikan adalah proses sosialisasi individu ( socialization of personality). Hal ini menimbulkan aliran sosiologisme dalam pendidikan.
3. Pola Idiografis
Pola Idiografis lebih mnekankan pada dimesnsi tingkah laku yang bersifat tuntuitan individual, kepribadian dan persorangan. Pendidikan dibataskan sebagai urusan membantu seseorang mengembangkan kepribadiannya seoptimal mungkin. Pendidikan adalah personalisasi peranan ( personalization of role). Hal ini menumbuhkan Psikologisme dalam pendidikan atau developmentalisme.
4. Pola Transaksional
Pola transaksional berusaha menjembatani antara pola nomothetis dan pola idiografis, hal ini berarti menjembatani anatara tuntutan, harapan dan peranan social dengan tuntutan, kebutuhan dan individual. Pola transaksional memandang pendidikan sebagai sebuah sistem social yang mengndung ciri-ciri bahwa (1) setiap individu mengenali betul tujuan system sehingga tujuan tersebut menjadi bagian dari kebutuhan dirinya, (2) setiap indiiviidu yakin bahwa harapan-harapan social yang dikenakan pada dirinya masuk akal untuk dapat dicapainya, dan (3) setiap individu merasa bahwa dia termasuk dalam sebuah kelompok dengan suasana emosional yang sama.

Kesimpulan
Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Hal ini jelas bagi kita atas dasar keimanan; dalam
konteks filsafat hal ini didasarkan pada argumen kosmologis; sedangkan secara faktual
terbukti dengan adanya fenomena kemakhlukan yang dialami manusia
Manusia adalah kesatuan badani-rohani. Sebagai kesatuan badani-rohani, manusia hidup dalam ruang dan waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai berbagai kebutuhan,insting, nafsu, serta tujuan hidup.
Manusia memiliki potensi untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berbuat baik, cipta, rasa, karsa, dan berkarya.
Dalam eksistensinya manusia memiliki dimensi individualitas, sosialitas, kultural,
moralitas, dan religius. Adapun semua itu menunjukkan adanya dimensiinteraksi atau
komunikasi, historisitas, dan dimensidinamika.

Dimensihistorisitas menunjukan bahwa eksistensi manusia saat ini terpaut pada masa lalunya sekaligus mengarah ke masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya.Ia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan diri. Ia memang lahir sebagai manusia tetapi belum selesai mewujudkan diri sebagai manusia.
Idealnya manusia mampu memenuhi berbagai kebutuhannya secara wajar, hidup sehat,mampu mengendalikan insting dan hawa nafsunya, serta mampu mewujudkan berbagai potensinya secara optimal ; bebas, bertanggung jawab serta mampu mewujudkan peranan individualnya, mampu melaksanakan peranan-peranan sosialnya, berbudaya, bermoral serta beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME. Sehingga dengan demikian ia mampu berinteraksi atau berkomunikasi secara mono-multi dimensi, serta terus menerus secara sungguh-sungguh menyempurnakan diri sebagai manusia untuk mencapai tujuan hidupnya (dunia-akhirat).



DAFTAR PUSTAKA
Siswoyo, Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY Press. Yogyakarta
UU Sikdiknas. 2006. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
UU Guru dan Dosen. 2005. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2007, tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2005, tentang Buku Teks Pelajaran
Pidarta, Dr. Made. 2000. Landasan Kependidikan. Rineka Cipta. Jakarta
Peraturan Menteri No. 16 / 18.
www.google.com

4 komentar: