Senin, 11 Januari 2016

Perjalanan Sosial dan Spiritual Menuju Provinsi Pembuat Sejarah (2)

Perjalanan Sosial dan Spiritual Menuju Provinsi Pembuat Sejarah (2)


salah satu sudut di dekat pelabuhan Jailolo, HalBar
30 November 2015 jam 8 pagi pelabuhan Jailolo menyambut kami (Maluku Utara lebih cepat satu jam dari Sulawesi Utara. Sekitar 1,5 jam kami menunggu penumpang lain yang sibuk menurunkan penumpang, sekaligus kami menunggu truk kepolisian yang direncanakan menjemput kami. Untungnya kami memiliki senior (kak Zul) di kampus UNSRAT yang berdomisili di HalBar, sehingga proses komunikasi bisa lebih mudah.

Barang dinaikan ke truk polisi

melakukan koordinasi

Setelah barang diturunkan dari kapal dan dinaikan ke truk polisi, kami segera menuju posko pengungsian terdekat yang kabarnya terdampak paling parah, yaitu Desa Bobanehena. Begitu tiba di posko desa Bobanehena kami langsung mencari pihak yang bertanggung jawab. Namun karena di lokasi (Posko Desa Bobanehena) kami tak menemukan pihak BPBD, akhirnya kami melakukan komunikasi langsung dengan kepala desa serta koordinator posko yang ada.
salah satu sudut desa Bobanehena

melakukan survei langsung di daerah Desa Bobanehena

penyerahan bantuan ke Kepala Desa Bobanehena

Disini ternyata memang BPBD telah berusaha membantu korban gempa dengan maksimal, bantuan terus masuk. Namun ternyata seperti beras sebenarnya telah masuk rutin, tapi karena jumlah penduduk mengungsi yang mencapai 1499 jiwa (448 KK) maka persediaan cepat habis. Sementara setiap KK mendapatkan jatah 1 KG per hari, ”mau anggota keluarga banyak atau sedikit jatahnya tetap sama” tutur warga yang berada di posko. Untuk Desa Bobanehena sendiri warga mengungsi di depan rumah masing-masing dengan membuat tenda dan juga terdapat dua titik pengungsian yang terpusat di pinggiran desa.
warga membangun tenda darurat di depan rumah yang tidak rusak berat

mendengar kondisi langsung dari warga Bobanehena, terlihat di dalam rumah beberapa bagiannya telah roboh
warung warga Bobanehena rusak parah akibat gempa
mengunjungi tenda pengungsian yang terpusat

suasana tenda darurat di desa Bobanehena

Bisa dibayangkan mereka yang rumahnya tidak runtuh membuat tenda di depan rumah sendiri, yang dimana di sekitar mereka bisa terlihat ada bangunan lain yang telah runtuh dan retak. Tentu suasananya akan menjadi mencekam apabila malam tiba, apalagi kalau gempa susulan berlangsung. Setelah menyalurkan bantuan awal kami pun meninggalkan posko. Sekitar  dua jam kami berada di Desa Bobanehena.

Setelah dari Desa Bobanehena kami melanjutkan ke titik kedua  yaitu taman makam pahlawan Halmahera Barat yang terdapat pengungsi dari Tuada. Desa Tuada sendiri sebenarnnya tidak mengalami kerusakan parah akibat gema, namun dikarenakan adanya isu tsunami akhirnya mereka mengungsi. Dengan dua tenda utama yang didirikan BPBD sebanyak 159 KK (704 jiwa) hidup area makam pahlawan. Ketika kami tiba terlihat di posko banyak anak yang sedang bercengkramah dan istirahat. Diketahui juga sejak mereka mengungsi seluruh anak-anak telah diliburkan.
berdiskusi dengan koordinator posko Desa Tuada

penyerahan bantuan kepada pengungsi Desa Tuada

Setelah kami menyalurkan bantuan awal untuk warga Tuada, kami bergegas pergi menuju kompleks pertokoan yang buka untuk belanja bantuan tahap lanjutan. Memang kami membagi porsi belanja bantuan menjadi dua, yaitu bantuan tahap awal dari Manado dan bantuan yang dibeli di HalBar setelah kami melihat apa yang dibutuhkan oleh pengungsi secara lansgung. Dan memang benar harga disini untuk beberapa barang jika dibandingkan dengan Manado lebih mahal dua sampai tiga kali lipat.

Hari pertama di HalBar yang sungguh menguras tenaga extra, maklum disini lebih panas dari Manado. Matahari seakan mau membakar kulit (faktor pendatang baru). Matahari sudah akan menghilang, inilah tanda untuk kembali mengatur rencana untuk besok sekaligus mengumpulkan tenaga.
“Besok akan menjadi hari baru bagi pemilik jiwa yang damai” Wahyu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar