Senin, 12 September 2016

Tebar Kurban Menjadi Perasaan

Tebar Kurban Menjadi Perasaan

Image result for kurban

Saya butuh empat hari (jumat-senin) untuk bisa mulai menulis tulisan ini. Sejujurnya pararaf pertama ini saya tulis tanpa inspirasi di kepala. Iya, tanpa inspirasi. Saat ini saya hanya ingin tetap menulis agar tangan, hati dan pikiran tidak menjadi kaku, sambil berharap tentunya tulisan akan muncul begitu paragraf pertama selesai.

Baiklah. Saya memasuki paragraf kedua, semacam ada dot-dot (baca: titik-titik) inspirasi yang muncul. Sialnya adalah selama empat hari yang saya ceritakan di atas inspirasi berterbangan disekitar saya. Rasanya inspirasi tidak henti-hentinya datang. Namun, begitu menunggu. Iya sebuah kata dasar “tunggu” hinggap dipikiran, maka entah bagaimana inspirasi itu hilang begitu saja.


Kata “tunggu” bagi saya menjadi momok yang menakutkan. Empat hari tanpa tuntutan pekerjaan dan hanya menghasilkan satu tulisan absurd ini sangat memalukan.

Berhubung saat ini sahabat umat Muslim di dunia sedang merayakan hari raya kurban, maka saya tulis saja judul tulisan “tebar kurban”. Membahas pengorbanan secara agama saya malu. Rasanya ilmu terlalu dangkal. Tapi ada suatu irisan universal tentang pengorbanan yang mungkin masuk untuk seluruh umat manusia dengan agama apapun itu.

Setiap orang pasti pernah berkurban (baca: korban). Untuk yang berumur diatas 30 tahun seharusnya jenis pengorbanannya sudah lebih bernilai dan membekas. Namun bagi yang berumur dibawah 30 tahun saat ini yang lumrah adalah BAPER. Eits, baper yang saya maksud bukan BAwah PERasaan tapi korBAn PERasaan. Hmmm. Silahkan diingat dah.

Pasti mulai terbayang sih do’i kan?

Kalimat yang sering muncul “saya kan sudah berkorban ini dan itu, kok kamu enggak ngertiin aku sih” atau “aku udah ngikutin apa yang kamu mau, sekarang giliran kamu dong”. LOL. Hahahah

Kalimat diatas sepertinya pernah dikeluarkan atau minimal pernah kita dengarkan.

Untuk kita yang pernah dilema, santai saja kawan. Banyak diluar sana yang merasakan hal yang sama. Hmmm. Banyak? Minimal kamu bersama aku. Hahaha. (kalau cewe dijadikan calon istri, kalau cowo dijadikan saudara *kayak dongeng aja).

Serius nih, sekitar 3 minggu minggu terakhir orang yang gantengnya pas-pasan ini juga merasakan BAPER2  (baca: baper kuadrat) alias BAwah PERasaan dan akhirnya jadi korBAN PERasaan. Tapi itulah hidup, naik dan turunnya kehidupan. Untunglah secara pribadi hal ini sudah sering terjadi, jadi ibarat kata ada rumus untuk menyelesaikannya.

Untuk yang saat ini sedang bermasalah dengan BAPER2 saya tidak akan menghakimi, karena saya juga sedang bersiap untuk dihakimi nanti jika bertemua calon mertua. Hahaha.

Masuk kedalam hikmah tulisan. Untuk yang menjadi korban-korban BAPERdan dibawah 20 tahun maka nikmatilah keluh kesah itu. Sambil mencari orang bijak yang bisa memberikan penguatan. Kalian belum kepala dua, BAPER2 akan menjadi penguat kelak saat umur kepala dua sudah ditangan. Hihihi
Tapi bagi diatas 20 tahun? Hmmm. Guys, kita hampir seangakatan loh. Hari ini jika masih jadi korBAn PERasaan kapan kita siap untuk berkurban sapi dan kambing? Peningkatan kualitas hidup kita selain dilihat dari kesulitan ujian hidup juga terlihat dari kualitas pemberian loh. Jika perasaan bisa dibelikan sapi atau kambing sih ya terserah, tapi belum ada yang buka usaha penukaran perasaan dengan sapi kayaknya. Mertua kita itu biasanya akan menuntut pengorbanan yang macam-macam loh T.T bukan cuma sapi atau kambing, tapi bisa jadi emas, rumah, asuransi, deposito atau perusahaan. Duh, duh. Kapan nikahnya ya kalau dapat calon mertua seperti itu. Ada yang mau beli perasaan saya tidak? Ahahhaha


*Selamat Hari Raya Idul Adha 1437 H, semoga segala macam pengorbanan kita menjadi amal, termasuk perasaan. #eeeh. Dalam beberapa hari kedepan dalam suasana kurban saya akan mengupload tulisan terkait. Semoga tidak kehilangan inspirasi dan tidak pula kehilangan sih dia. hahaha

*oh iya yang belum baca joke antara tempe dan kambing silahkan klik disini.

sumber gambar sih sapi dari halalmui.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar