new normal (sumber gambar suara.com) |
Kurang
lebih lima bulan setelah Covid-19 atau Virus Corona diumumkan ke publik oleh
Pemerintah Tingkok . Tepatnya 31 Desember 2019 kantor Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) di China mendapatkan informasi tentang ajanya sejenis Pneumonia yang tidak diketahui
penyebabnya.
Setelah
diumumkan ke publik. WHO dan Pemerintah Tongkok pun menelusuri asal muasal
penyakit ini. Namun, memang masih terdapat perbedaan informasi publik terkait
kasus 001 COVID-19. Ada yang menyebutkan kasus pertama terjadi pada awal
Desember 2019 dan ada pula yang mencoba menarik kesimpulan tentang kasus bulan
November tahun 2019.
Intinya
pada fase awal penularan terjadi dua teori penyebaran yaitu transmisi import
dan transmisi lokal. Hal ini juga yang
membuat banyak pemerintah dunia akhirnya melakukan lock down atau pembatasan gerak keluar masuk Negaranya.
Sampai
tulisan ini dibuat pada 18 Mei 2020 belum ada vaksin yang berhasil untuk diproduksi
masal. Dunia pun akhirnya dipaksa belajar dari beberapa kejadian wabah yang
pernah terjadi, seperti flu Spanyol, SARS dst. Dunia sadar jika lock down dan pembatasan gerak dilakukan
terus menerus maka dunia bukan akan mati karena COVID-19 melainkan karena Hungry-2020. Iya, ekonomi dunia goyah,
termasuk Indonesia.
UMKM yang
digadang-gadang adalah pilar ekonomi yang cukup handal melawan resesi Regional tahun
1999 hingga resesi Global tahun 2008 pun akhirnya goyah. Resesi dunia biasanya
langung berimbas pada perusahaan multi nasional. Sedangkan fundamental kita
adalah ekonomi receh, yaitu ekonomi yang berjalan di tengah-tengah masyarakat
kelas menengah hingga menengah bawah.
Ekonomi
UMKM atau yang saya plesetkan ekonomi receh mampu membuat Indonesia melewati
krisis global karena perdagangan kebutuhan pokok kita masih bisa berjalan tanpa
sentuhan global. Pedagang pisang goreng masih bisa berjualan karena pisangnya
diambil dari kebun kita, minyak goreng masih olahan kita. Ini membuat kita
tetap tidak mati akibat resesi regional atau global sekalipun.
Berbeda
dengan Jepang yang mereka memang bergantung pada neraca perdagangan elektronik
dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka kelangsungan
kehidupan warga negaranya.
Kelemahan
Indonesia yang mengandalkan ekonomi receh ini pun akhirnya muncul. Kelemahan
ekonomi receh in adalah ketika masyarakat disuruh diam di rumah. Tidak ada yang
berjulan. Tidak ada gorengan laris manis lagi.
Penjual Gorengan Yang Dagangan Ludes di tengah aksi demo (sumber DETIKcom) |
Indonesia
adalah sebuah Negara yang hadir dan bertahan eksistensinya karena bersosialisasi.
Kita bukan Negara yang mengandalkan Neraca perdagangan Dunia yang pemerintahnya
menyimpan laba ditahan untuk digunakan
menghadapi krisis ini. Masyarakat Indonesia bersosialisasi untuk mendapatkan
kebutuhannya dan bagi yang kesulitan mendapat kebutuhan pokok kemungkinan besar
akan dibantu orang lain. Hal ini di akui dunia melalui hasil Charities
Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2018 yang menempatkan Indonesia
pada urutan Satu sebagai Negara yang paling gotong royong bahasa lokalnya.
Indonesia
menghadapi masalah begitu gerakan sosial dan interaksi kita dibatasi. Saya tahu
yang pemerintah lakukan adalah demi menjaga kesehatan warganya. Namun,
kenyataan Ekonomi tidak bisa berputar dan Pemerintah kewalahan mem-back up
kegiatan ekonomi ni tentu tidak bisa dipungkiri.
Dan
akhirnya sekitar April 2020 Dunia mengenal istilah New Normal.
(bersambung, klik di sini).
👏👏👏
BalasHapusMasalahnya pemerintah belum bergerak maksimal, memberi tawaran baru bahwa masyarakat harus berdamai dengan corona?
BalasHapusNew normal mungkin semacam tools baru atau budaya baru yang bisa membantu kehidupan lebih baik kedepannya?
Mari sama2 kita menunggu ����