Senin, 18 Mei 2020

Menyambut New Normal (Harapan Baru Hidup Bersama COVID-19)

new normal (sumber gambar suara.com)

Kurang lebih lima bulan setelah Covid-19 atau Virus Corona diumumkan ke publik oleh Pemerintah Tingkok . Tepatnya 31 Desember 2019 kantor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di China mendapatkan informasi tentang ajanya sejenis Pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya.

Setelah diumumkan ke publik. WHO dan Pemerintah Tongkok pun menelusuri asal muasal penyakit ini. Namun, memang masih terdapat perbedaan informasi publik terkait kasus 001 COVID-19. Ada yang menyebutkan kasus pertama terjadi pada awal Desember 2019 dan ada pula yang mencoba menarik kesimpulan tentang kasus bulan November tahun 2019.

Intinya pada fase awal penularan terjadi dua teori penyebaran yaitu transmisi import dan transmisi lokal.  Hal ini juga yang membuat banyak pemerintah dunia akhirnya melakukan lock down atau pembatasan gerak keluar masuk Negaranya.


Sampai tulisan ini dibuat pada 18 Mei 2020 belum ada vaksin yang berhasil untuk diproduksi masal. Dunia pun akhirnya dipaksa belajar dari beberapa kejadian wabah yang pernah terjadi, seperti flu Spanyol, SARS dst. Dunia sadar jika lock down dan pembatasan gerak dilakukan terus menerus maka dunia bukan akan mati karena COVID-19 melainkan karena Hungry-2020. Iya, ekonomi dunia goyah, termasuk Indonesia.

UMKM yang digadang-gadang adalah pilar ekonomi yang cukup handal melawan resesi Regional tahun 1999 hingga resesi Global tahun 2008 pun akhirnya goyah. Resesi dunia biasanya langung berimbas pada perusahaan multi nasional. Sedangkan fundamental kita adalah ekonomi receh, yaitu ekonomi yang berjalan di tengah-tengah masyarakat kelas menengah hingga menengah bawah.

Ekonomi UMKM atau yang saya plesetkan ekonomi receh mampu membuat Indonesia melewati krisis global karena perdagangan kebutuhan pokok kita masih bisa berjalan tanpa sentuhan global. Pedagang pisang goreng masih bisa berjualan karena pisangnya diambil dari kebun kita, minyak goreng masih olahan kita. Ini membuat kita tetap tidak mati akibat resesi regional atau global sekalipun.

Berbeda dengan Jepang yang mereka memang bergantung pada neraca perdagangan elektronik dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka kelangsungan kehidupan warga negaranya.

Kelemahan Indonesia yang mengandalkan ekonomi receh ini pun akhirnya muncul. Kelemahan ekonomi receh in adalah ketika masyarakat disuruh diam di rumah. Tidak ada yang berjulan. Tidak ada gorengan laris manis lagi.
Penjual Gorengan Yang Dagangan Ludes di tengah aksi demo (sumber DETIKcom)

Indonesia adalah sebuah Negara yang hadir dan bertahan eksistensinya karena bersosialisasi. Kita bukan Negara yang mengandalkan Neraca perdagangan Dunia yang pemerintahnya menyimpan laba ditahan untuk digunakan menghadapi krisis ini. Masyarakat Indonesia bersosialisasi untuk mendapatkan kebutuhannya dan bagi yang kesulitan mendapat kebutuhan pokok kemungkinan besar akan dibantu orang lain. Hal ini di akui dunia melalui hasil Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2018 yang menempatkan Indonesia pada urutan Satu sebagai Negara yang paling gotong royong bahasa lokalnya.

Indonesia menghadapi masalah begitu gerakan sosial dan interaksi kita dibatasi. Saya tahu yang pemerintah lakukan adalah demi menjaga kesehatan warganya. Namun, kenyataan Ekonomi tidak bisa berputar dan Pemerintah kewalahan mem-back up kegiatan ekonomi ni tentu tidak bisa dipungkiri.

Dan akhirnya sekitar April 2020 Dunia mengenal istilah New Normal.
(bersambung, klik di sini).

2 komentar:

  1. Masalahnya pemerintah belum bergerak maksimal, memberi tawaran baru bahwa masyarakat harus berdamai dengan corona?

    New normal mungkin semacam tools baru atau budaya baru yang bisa membantu kehidupan lebih baik kedepannya?

    Mari sama2 kita menunggu ����

    BalasHapus