Terdepan Dari Terkebelakang
Mungkinkah kita pernah merasa
terhebat? Juara? Terdepan? Berhati-hatilah.
![]() |
gambar dari lokerseni.web.id |
Bisa jadi kita menjadi yang
terdepan dari yang terkebelakang. Banyak diantara kita, termasuk saya pernah
merasakan diri sudah unggul dari orang lain. Namun ternyata jika ditelisik,
kita bukanlah orang unggul yang sesungguhnya. Coba liat kanan dan kiri kita,
apakah orang-orang yang kita anggap saingan memang pantas dijadikan saingan?
Apakah kita menjadi pemimpin di
organisasi yang isinya orang-orang hebat? Apakah kita memimpin tim yang isinya
orang-orang mau belajar?
Banyak cerita anak Indonesia yang
nyaman dengan juara kelasnya. Ini merupakan cara bunuh diri perlahan namun pasti. Perhatikan jika di kelas terjadi
percakapan seperti ini:
A :
Apakah kamu buat tugas hari ini?
B :
Belum… Kamu?
A :
Sama, belum juga, hehehehe
*mereka saling bertatapan dengan
senyum tipis kemudian “gak usah buat ya”…
Sering terjadi ketika di suatu
kelas anak-anaknya malas belajar, sang juara kelas pun menurunkan intensitas
belajarnya. Dia beranggapan yang penting dia tetap menjadi juara di kelas itu.
Padahal di kelasnya tak ada yang
juara Olimpiade tingkat nasional, jangankan tingkat nasional juara tingkat
provinsi, kota/kabupaten pun tak ada. Lebih gilanya yang masuk 3 besar
Olimpiade tingkat kecamatan pun tak ada. Inilah arti bahwa menjadi terdepan
dari yang terkebelakang.
Bagaimana mungkin kita bisa
berkembang kalau kita hidup dan hanya melihat keseharian orang-orang yang tak
mau maju?
Bisa jadi kita diagung-agungkan
dalam satu komunitas/organisasi namun nyatanya itu tak berarti kita dipandang
hebat oleh orang lain diluar komunitas kita itu.
Bagi saya sendiri sudah dari SMA mencoba
mulai meninggalkan persepsi yang menganggap bahwa teman-teman saya adalah
saingan, pasalnya banyak teman-teman saya yag tak mau terus tumbuh dan berkembang
ketingkat yang lebih tinggi. Hal itu saya pelajari dari teman saya Fritz
Embongbulan, teman kelas yang ketika ditanya sudah belajar atau belum untuk
ujian dia akan menjawab belum. Namun satu waktu ketika kami membuka tasnya
ternyata ada kertas hvs sekitar 6 lembar yang isinya soal jawab (lupa mata
pelajar apa, kalau bukan fisika, kimia atau matematika) yang ditulis dengan
tangannya sendiri. Luar biasa ketika dia berada dikelas yang nyaman dengan
kehidupan santai, dia malah terus bertumbuh sendirian. Bisa ditebak dia pun
menjadi sang juara umum di kelas IPA setiap tahunnya. Bahkan diujung akhir masa
SMA dia lulus seleksi beasiswa penuh di UPH (Universitas Pelita Harapan) yang
dikenal sebagai kampus mahal. Apakah ketika kuliah dia tertinggal dengan
teman-temannya? Ternyata sampai saat ini saya tak mendengar akan ketertinggalan
dia saat di UPH, dari rekam jejak sosial media pun dia terlihat menjadi salah
satu yang terdepan.
Ketika berteman saat SMA memang
dia sering bercerita tentang suasana kompetisi di SMA kami yang menurut dia
tidak terlalu agresif. Sehingga dia pun sering bercerita mengena teman-teman
SMP atau kenalannya diluar SMA kami dan Manado yang terus tumbuh diluar sana.
Dengan begitu walaupun dia berpindah kedalam komunitas yang persaingan lebih
kompetitif dia tidak menjadi yang terkebelakang dan bisa ikut memimpin
dibarisan depan.
***sambungan "terdepan dari terkebelakang (2)"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar