Selasa, 07 Juli 2015

Terdepan Dari Terkebelakang (1)

Terdepan Dari Terkebelakang

Mungkinkah kita pernah merasa terhebat? Juara? Terdepan? Berhati-hatilah.
gambar dari lokerseni.web.id

Bisa jadi kita menjadi yang terdepan dari yang terkebelakang. Banyak diantara kita, termasuk saya pernah merasakan diri sudah unggul dari orang lain. Namun ternyata jika ditelisik, kita bukanlah orang unggul yang sesungguhnya. Coba liat kanan dan kiri kita, apakah orang-orang yang kita anggap saingan memang pantas dijadikan saingan?

Apakah kita menjadi pemimpin di organisasi yang isinya orang-orang hebat? Apakah kita memimpin tim yang isinya orang-orang mau belajar?


Banyak cerita anak Indonesia yang nyaman dengan juara kelasnya. Ini merupakan cara bunuh diri perlahan namun pasti. Perhatikan jika di kelas terjadi percakapan seperti ini:
A             : Apakah kamu buat tugas hari ini?
B             : Belum… Kamu?
A             : Sama, belum juga, hehehehe
*mereka saling bertatapan dengan senyum tipis kemudian “gak usah buat ya”…

Sering terjadi ketika di suatu kelas anak-anaknya malas belajar, sang juara kelas pun menurunkan intensitas belajarnya. Dia beranggapan yang penting dia tetap menjadi juara di kelas itu.

Padahal di kelasnya tak ada yang juara Olimpiade tingkat nasional, jangankan tingkat nasional juara tingkat provinsi, kota/kabupaten pun tak ada. Lebih gilanya yang masuk 3 besar Olimpiade tingkat kecamatan pun tak ada. Inilah arti bahwa menjadi terdepan dari yang terkebelakang.

Bagaimana mungkin kita bisa berkembang kalau kita hidup dan hanya melihat keseharian orang-orang yang tak mau maju?

Bisa jadi kita diagung-agungkan dalam satu komunitas/organisasi namun nyatanya itu tak berarti kita dipandang hebat oleh orang lain diluar komunitas kita itu.

Bagi saya sendiri sudah dari SMA mencoba mulai meninggalkan persepsi yang menganggap bahwa teman-teman saya adalah saingan, pasalnya banyak teman-teman saya yag tak mau terus tumbuh dan berkembang ketingkat yang lebih tinggi. Hal itu saya pelajari dari teman saya Fritz Embongbulan, teman kelas yang ketika ditanya sudah belajar atau belum untuk ujian dia akan menjawab belum. Namun satu waktu ketika kami membuka tasnya ternyata ada kertas hvs sekitar 6 lembar yang isinya soal jawab (lupa mata pelajar apa, kalau bukan fisika, kimia atau matematika) yang ditulis dengan tangannya sendiri. Luar biasa ketika dia berada dikelas yang nyaman dengan kehidupan santai, dia malah terus bertumbuh sendirian. Bisa ditebak dia pun menjadi sang juara umum di kelas IPA setiap tahunnya. Bahkan diujung akhir masa SMA dia lulus seleksi beasiswa penuh di UPH (Universitas Pelita Harapan) yang dikenal sebagai kampus mahal. Apakah ketika kuliah dia tertinggal dengan teman-temannya? Ternyata sampai saat ini saya tak mendengar akan ketertinggalan dia saat di UPH, dari rekam jejak sosial media pun dia terlihat menjadi salah satu yang terdepan.

Ketika berteman saat SMA memang dia sering bercerita tentang suasana kompetisi di SMA kami yang menurut dia tidak terlalu agresif. Sehingga dia pun sering bercerita mengena teman-teman SMP atau kenalannya diluar SMA kami dan Manado yang terus tumbuh diluar sana. Dengan begitu walaupun dia berpindah kedalam komunitas yang persaingan lebih kompetitif dia tidak menjadi yang terkebelakang dan bisa ikut memimpin dibarisan depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar