Rabu, 14 Maret 2018

Pagi-Pagi Dompet Hilang

Pagi tadi saya memulai aktvitas lebih awal, jam 6 udah meluncur dengan agenda nganter sih mama ke RS untuk check up rutin. Ya cuma nganterin sih, udah lama gak jagain karena udah diiket sama kantor dengan jam kerjanya.

Setelah mengantarkan bos besar ke RS saya langsung bergegas ke kantor. Dengan kondisi normal perjalanan dipagi hari dari RS ke kantor berkisar 45 menit, terbilang jauh sih.

Saya ingat dalam perjalanan sempat mampir untuk mengisi bensin di SPBU mini (masih mengeluarkan dompet). Kemudian mengantri di jembatan penyebrangan sungai Citarum. Sungai yang melegenda dikala musim hujan karena mampu membuat ratusan / ribuan orang tidak tidur di tempatnya. Maklum, walau rumah tidak terendam banjir tetapi dikala Citarum naik maka jalur berangkat ke kantor saya pasti akan macet parah dikarenakan menjadi jalur aman (bebas banjir).



Saya memilih melewati jembatan kecil khusus motor dibanding harus melewati jembatan permanen yang macet total dikarenakan motor dan mobil yang membludak. Resikonya, untuk melewati jembatan ini kita harus mengorbankan kaki bersimbah becek. Maklumlah, namanya juga jembatan alternatif.

Berjalan sekitar 5 menit dari jembatan penyebrangan ini, saya merasakkan hal yang aneh dari bagian celana. Terasa ada yang longgar gitu. Tangan kiri pun langsumg saya gunakan untuk memeriksa keanehan tersebut. Dan jleeeeeeb, ternyata benar. Saku saya tidak lagi menjadi tempat bersembunyinya dompet cokelat yang seharusnya ada.

Saat itu saya masih sok cool , berharap dompet sudah saya masukan ke dalam tas ransel atau di dalam jok motor. Kebetulan suasana saat itu masih terbilang macet, saya pun meneruskan perjalanan. Setelah keadaan agak longgar akhirnya saya putuskan untuk mengecek keberadaan sang dompet. Di tas? Tidak ada. Jok motor? Tidak ada. Disaat itu adreanalin mulai naik disertai degupan jantung yang makin kuat. Apakah yang terjadi? Apakah ini yang namanya cinta? Eeeaaaaa

Ternyata benar, dompet saya tidak menempati tempat-tempat yang saya sebutkan di atas. Pilihannya adalah dompet jatuh di titik saya berhenti ketika itu hingga ke pom bensin (ini terakhir sang dompet dikeluarkan). Masalahnya adalah waktu yang mepet. Jika saya harus kembali menyusuri jalan yang notabennya berbeda arah dengan kantor, otomatis saya akan sangat terlambat.

Saya putuskan untuk mencoba tenang dan melanjutkan perjalanan. Berharap sih dompet jatuh di pom bensin mini dan disimpankan oleh penjaganya. Melewati hari tanpa dompet dan kepastian keberadaannya bagaikan dapat PHP dari seorang wanita. Rasanya gimana gitu. Ha3.

Beberapa teman sekantor sempat mengatakan untuk sesegera mungkin memblokir seluruh kartu traksaksional (kebetulan disitu ada beberapa kartu debet dan kredit). Masalahnya kalau kartu-kartu itu diblokir dan dompet saya ternyata kembali berarti saya tetap harus mengurus aktivasinya disetiap bank. Repot jeng. Saya putuskan untuk menunda blokir 1 x 24 jam.
Disini saya belajar untuk tenang dan ikhlas. Ceeeh ileeeeeh, padahal dag dig dug.

Dalam hati, saya sih masih yakin kalau barang-barang di dompet itu masih rejeki saya, pasti dompet itu kembali. Sebenarnya saya berharap dompet itu ditemukan oleh orang lain dan sang penemu menghubungi saya. Kebetulan di dompet identitas saya lengkap (ada nomor telpon juga). Ya saya masih percaya di Indonesia lebih banyak orang baiknya dibanding yang tidak.

Menuju sore hari ternyata belum ada yang menghubungi saya. Rasanya makin sesak di dada. Bahkan sampai jam 6 malam belum juga ada tanda-tanda yang diharapkan.

Akhirnya setelah pulang kantor saya menyusuri jalan yang dikira menjadi titik jatuh. Sebenarnya untuk cara ini sedikit hope less. Coba bayangkan, dompet jatuh sekitar jam 7 pagi. Eh saya jam 8 malam baru mau nyoba nyari di jalan. Dasar sedeng.

Saya mampir juga di pom bensin mini untuk bertanya (disini harap memuncak). Sayangnya sih penjaga ternyata tidak mengetahui perihal dompet tersebut. Jleb. Sedih.

Mau pulang tapi gunda, mau nangis malu (apaan sih). Ya saya putuskan untuk melihat di sekitar jembatan penyebrangan. Walaupun peluang ini kecil. Ya iya lah dompet terkapar 12 jam di jalan mungkin gak sih? Kondisi pas pagi aja macet parah.

Dan ternyata memang, kalau udah rejeki ya gak bakal lari. Baru beberapa meter saya menyusuri tanah berlumpur dengan senter handphone ternyata saya menemukan separuh jiwa yang hilang. Domplet cokelat dengan isinya komplit. Ya udah penuh lumpur sih. Tapi lengkap loh isinya.

Memang ya, kalau udah rejeki pasti gak kemana. Mau bilang keyakinan ya sebenarnya udah sempat untuk merelakannya sih. Alhamdulillah, masih rejeki saya. Walau isinya berantakan dengan lumpur dan tanda-tanda tindihan sepeda motor, itu tidak mengurangi rasa syukur saya.


Ekspresi bahagia bertemu dengan yang dinanti
Btw thx buat kak Sherly yang udah minjemin duit 50ribu ya. Akhirnya saya terselamatkan dari siksa lapar. He3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar