Minggu, 14 Agustus 2016

Kisah Inspiratif “Panti Asuhan Guna Nanda-Tanda Kasih Buddha” (1)

Kisah Inspiratif “Panti Asuhan Guna Nanda-Tanda Kasih Buddha” (1)


Weekend biasanya saya pulang ke Bandung untuk berkumpul bersama Ibu dan keluarga. Namun, sabtu 13 Agustus saya tidak pulang. Ini di karenakan memang sudah ada agenda CSR (bahasa sederhananya kegiatan sosial) oleh peserta MDP Batch 43 Maybank (yang belum tahu MDP Maybank silahkan baca disini).

Tempat pelaksanaan CSR di Panti Asuhan Guna Nanda (daerah Cakung). Sejenis panti yang belum pernah saya datangi. Maklum selama ini kegiatan sosial di Manado biasanya terletak di panti asuhan yang berbasis kegiatan keagamaan Islam, Kristen dan Katolik. Iyah, ini pertama kalinya saya masuk dalam komunitas sosial Buddhis.


Pribadi ini langsung tersentuh ketika memasuki lingkungan panti asuhan ini. Di depan gedung utama langsung terdapat patung penanda kawasan ini dihuni oleh pemeluk agama Buddha. Sebelum kegiatan kami berjalan, ternyata anak-anak disini akan melakukan kegiatan ibadah ritual. Sebelumnya saya tidak pernah melihat langsung proses ibadah ritual agama Buddha.

Berdiri di belakang mereka sambil melihat dan mendengar saja sudah cukup membuat saya tersentuh. Saya tidak tahu arti lantunan doa-doa yang disebutkan, apalagi mengerti makna dari setiap gerakannya. Entah kenapa, hati ini tetap merasakan suasana hangat dan ketulusan selama sekitar 15 menit proses ibadah itu.

Secara nalar yang saya tahu, suasana damai nan menyentuh itu diakibatkan aura-aura kebaikan yang diberikan oleh anak-anak disini. Tanpa memandang agama mereka, yang tahu mereka adalah anak-anak baik yang sedang mencoba menaklukan dunia.

Di salah satu dinding, terpajang hasil karya tangan mereka yang membuat sebagian besar dari kami tersentuh. Begini bunyinya:

Ayah yang kukenal…
Bukan ayah yang bisa menemaniku saat bermain bola,
Bukan ayah yang bisa menciumku setiap saat dia inginkan,
Bukan ayah yang bisa ku sambut ketika ia pulang kerja,
Bukan ayah yang bisa membelaku saat aku diganggu anak nakal,
Bukan ayah yang bisa menemaniku saat aku sedang sakit,
Bahkan ayah tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun untuk.

                Tapi…
                Bukan karena ayahku jahat atau terlalu mementingkan pekerjaannya,
                Mungkin ini adalah hasil karmaku an ayah dimasa lampau,
                Mungkin belum waktunya aku bertemu dengan ayah,
                Aku tidak membenci karma ku sendiri dan ayah,
                Karma pasti tidak akan pernah salah,
                Hinggah belum ada kesempatanku untuk bertemu dengan ayah.

Ayah memang tidak pernah ada di sisi ku,
Tapi ia selalu menemaniku setiap saat,
Setiap kali aku sedih,
Aku tinggal menutup mataku dan memanggil namanya,
Ia akan datang meskipun hanya aku yang tahu,
Karena hatiku merasakannya,
Aku rinduk ayah.


Kalimat bermakna, tapi terasa begitu mendalam begitu tahu bahwa itu merupakan tulisan dari anak-anak di panti asuhan, yang pada umumnya memang tidak hidup bersama ayah mereka. Bagi yang sudah ditinggalkan ayahnya, tentu barisan kalimat di atas dengan mudah menusuk hati. Semoga kita semua bisa menjadi anak yang bisa memberikan senyuman di wajah ayah-ayah kita, baik secara langsung ataupun tidak. Mari sertakan amin di kolom komentar jika berkenan.


2 komentar: