Kamis, 11 Agustus 2016

TERIMA KASIH AKAN PELITA

TERIMA KASIH AKAN PELITA

Dua hari yang lalu ketika mendownload telegram (aplikasi komunikasi semacam WA, Line dan lainnya). Tiba-tiba muncul pesan pertama dalam aplikasi tersebut. Kaget memang kok aplikasi yang baru di download langsung ada pesan masuk. Namun, yang mengagetkan adalah pesan yang masuk pertama itu berasal dari guru yang banyak mengajarkan makna kehidupan kepada saya. Beliau bukan Nabi palsu, tapi seorang penyampai bait-bait yang dibawa Nabi.

Banyak tulisan saya dalam blog ini terinspirasi dari interaksi bersama beliau. Nama beliau juga telah tertera secara eksplisit dalam blog ini. Kini saya sedang berbeda pulau dengan beliau. Namun, nilai yang beliau sampaikan tetap terkenang di naungan kedua telinga.


Secara pribadi setahun ini sudah hampir tidak pernah komunikasi dengan beliau. Bukan lupa. Saya masih ingat tanggal pernikahan beliau yang bertepatan hari besar kendaraan penyampai risalah yang beliau pilih. Saya masih sering mendengar nama beliau diperbincangkan. Namun, ego dan malu masih menghantui pribadi yang banyak diajari beliau.

Sejak kelas satu SMA saya mulai mengenal dan belajar dari beliau. Kalau bisa dibilang dari siswa kuper otak pas-pasan menjelma menjadi siswa ……………

JRENG!

JRENG!

JRENG!
( menjadi siswa biasa juga sih, hehhehe).

Tenang beliau bukan penyihir yang bisa tiba-tiba merubah seseorang menjadi super, hehehehe. Ilmu mendasar yang diajari beliau adalah KESADARAN. Tidak penting dalam beragama, bersosial, atau belajar sesuai tuntutan lingkungan yang ada. Tapi yang terpenting adalah SADAR dulu akan agama, sosial dan proses pembelajaran apa yang kita jalani.

Kalau sadar, agama itu kita yang butuh, bukan Tuhan. Kalau sadar, hidup itu lebih mudah bersama, bukan sendiri. Kalau sadar, belajar itu jalan menaklukan dunia, bukan kewajiban formalitas. Maka, kita akan beragama dengan sungguh-sungguh, bersosial dengan tulus dan belajar dengan semangat.
SADAR itu jauh lebih penting dari pada menjadi robot yang pintar tanpa Tuhan atau zombie yang tidak punya teman.

Telegram itu belajar dari Ust.Faisal A. Sabaya seorang guru, mentor sekaligus banyak dari kami yang belajar dari beliau memanggilnya Ayah. Apalagi secara pribadi saya telah yatim sejak SD tentu banyak hal yang saya dapat dari beliau.

Malu sebenarnya karena belum sempat membalas kebaikan beliau. Banyak janji yang belum terpenuhi. Banyak kesempatan yang beliau siapkan namun lalai dalam menghadapinya. Ternyata beliau juga belum melupakan pribadi yang banyak mengecewakan beliau. Buktinya dalam pesan-pesan yang dikirimkan masih tersimpan arahan nan baik dan indah.

Untuk kita yang sedang berlari,
Mencari harap dalam mimpi,
Sekuat apa kita,
Dalam pasungan horizon?

                Lupakah kita,
                Bahwa asa dan mimpi itu digambarkan orang lain?
                Lupakah kita,
                Cara berlari itu ditunjukan orang lain?

Dia adalah pencetus pelita dalam gelap,
Harap dalam cemas,
Ilmu dikalah gunda,
Semangat ketika lelah.

                Orang lain itu adalah…
                Guru…
                Tak meminta asa dunia pribadi,

                Namun asa untuk harap umat. (Wahyu Repi)

ALBAB I angkatan VII 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar