Senin, 26 Desember 2016

Kompetisi atau Kolaborasi?




Istilah “kurangi kompetisi dan tingkatkan kolaborasi” belakangan makin populer. Salah satu tokoh yang menggunakan kredo ini adalah Ridwan Kamil. Dengan follower Instagram hampir 5 juta account, statement beliau akan langsung tenar bin booming.

Namun, apakah memang di era modern ini kolaborasi jauh lebih dibutuhkan dibanding kompetisi? Jika pembaca mengatakan iya, maka saya mengakui bahwa pembaca adalah orang-orang BuDiman (jangan terseinggu jika Ibunya bukan bernama Diman ya,hehehe). Kolaborasi , kerjasama atau persekutuan (dan berbagai istilah lainnya) memang sangat dibutuhkan. Tidak ada penyangkalan mengenai hal tersebut.

Tapi haruskah kompetisi dihilangkan?

Jika ada yang berpikiran kompetisi perlu dihilangkan. Maaf, kita berbeda jodoh, *eh maksudnya haluan. Kompetisi itu harus ada sebagai sarana motivasi dan ukuran keberhasilan. Lihatlah banyak orang termotivasi dalam persaingan untuk mengembangkan dirinya, ada juga yang berkembang lebih baik dengan menjadi juara 1 dalam perlombaan. Kompetisi itu tidak boleh dihilangkan dalam kehidupan, karena kompetisi membuat hidup bergairah. Nah, yang harus dilakukan adalah kompetisi itu harus berlangsung dengan elegan, sportif dan indah.

Selanjutnya kapan kolaborasi itu harus dilakukan?

1. Saat ada keterbatasan ilmu

Ya iya lah. Jangan sok tahu. Setiap pribadi memiliki kapasitas ilmunya masing-masing, ada yang jago soal matematika, ada yang jago komunikasi dan ada yang jago memberikan harapan palsu *eeea. Dalam dunia penelitian modern, penelitian lintas bidang ilmu telah populer. Saya sendiri sudah lebih dari 3 kali melakukan penelitian lintas keilmuan. Dan hasilnya jauh lebih memuaskan.

2. Saat ada musuh bersama

Wkakakaka, ngeri banget ya. Musuh bersama. Heheheh Tapi kenyataannya begitu. Ada yang pernah menonton Naruto? Pada perang akhir, semua Shinobi (Ninja) dari berbagai Negara akhirya bersatu untuk melawan Akatsuki. Hasilnya? WOW. “Duh, jangan contoh cerita fiksi dong”, kata orang realistis.

Baiklah, pernah mendengar kisah kemerdekaan Indonesia? Ingat bagaimana kuatnya Pangeran Diponegoro hingga saktinya Imam Bonjol? Mereka kuat tapi tidak berhasil memukul penjajah secara langsung. Setelah gaung persatuan Nusantara menjadi Indonesia diserukan, barulah penjajah mampu ditaklukan tahun 1945. Hasil dari bersatunya Indonesia Barat dan Timur ternyata, W.O.W. Itu kolaborasi di NKRI.

3. Untuk percepatan

Dikejar deadline? Ingat untuk berkolaborasi. Kolaborasi bisa mempercepat selesainya suatu pekerjaan. Jika satu orang disuruh membersikan Monas, kira-kira butuh berapa minggu untuk selesai? Bayangakan pembersihan dilakukan 300 orang sekaligus? Cepat bukan.

Itulah 3 momen dimana kolaborasi menjadi jauh lebih penting dari sekedar kompetisi. Namun, perlu diingat. Sebelum berkolaborasi pastikan juga kita telah berusaha mapan menjadi orang yang layak dijadikan teman kolaborasi orang lain. Tidak asik juga kan kalau saat berkolaborasi kita menjadi benalu, hehehe.

Saya sendiri semenjak meluncurkan buku pertama (catatan kehidupan), telah melakukan ajakan kolaborasi dengan beberapa teman untuk menulis buku selanjutnya. Hasilnya? WOW. Ada teman yang ahli membuat animasi, ada yang ahli desain visual dan berbagai latar belakang mau untuk melakukan kolaborasi tersebut. Untuk 2017 nanti, sudah direncakan untuk meluncurkan minimal 3 buku bersama orang-orang hebat itu. Jika pembaca ingin berkolaborasi juga (dalam hal apapun) silahkan kontak saya. Siapa tahu kita jodoh. *dalam melakukan kolaborasi.



Cibubur, 26 Desember 2016.

*Menanti 2017 nan cerah.

sumber gambar: https://novtani.files.wordpress.com/2013/01/kolaborasi.jpg

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Mantab. Lagi-lagi menginspirasi. 

    Kolaborasi untuk kompetisi boleh juga kan kak?. Hehehe.. rajin ikut kompetisi makin berisi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Heheheh. Yupz, itu nomor dua. Kompetisi perlu sbgai gairah. Hahah

      Hapus